Rabu, 04 November 2009

Pergerakan Wanita era 1930-1942

Pergerakan Wanita (1930-1942)
oleh: anggi 

Ada beberapa pergerakan wanita yang mewarnai masa sebelum NKRI terbentuk (1945), tepatnya pada masa 1930-1942. Namun, yang akan dibahas saat ini hanya dua, yaitu :
  1. Istri Sedar (I S)
  2. Kongres Perempuan Indonesia
Berikut penjelasannya :

  1. Istri Sedar (I S)
Didirikan pada tanggal 22 Maret 1930 di Bandung, di bawah pimpinan Nona Suwarni Djojoseputro. Organisasi ini lebih mengarah pada kesadaran wanita Indonesia dan derajat hidup Indonesia, untuk menyegerakan tercapainya Indonesia yang merdeka. Organisasi ini memiliki pendapat bahwa bagi bangsa yang terjajah yang ingin segera memperoleh kemajuan bangsa, kaum wanita harus memiliki kedudukan yang sejajar dengan kaum pria dalam pembangunan bangsa dan partisipasi wanita yang berpengaruh adalah mendidik anak-anak menjadi pembangun dan pembela bangsa yang gagah perkasa. Juga menurut rasa keadilan dan perikemanusiaan, wanita perlu dilepaskan dari belenggu kerendahan kedudukan yang sangat menghalang-halangi untuk bekerja secara leluasa.
Bahkan, Istri Sedar mengirimkan perwakilannya ke Kongres Wanita se-Asia yang diadakan tahun 1931 di Lahore. Kongres ini bertujuan :
a.            Mempererat tali  rasa persaudaraan di antara kaum wanita se-Asia.
b.            Mempertahankan dan memajukan kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa Asia.
Dalam kongresnya Juli 1937, Istri Sedar menyetujui dengan rancangan peraturan pencatatan sukarela perkawinan yang hak perkawinannya belum ditetapkan dalam Undang-undang negeri. Rancangan undang-undang ini (yang akhirnya tidak dijalankan karena penentangan umum dari pihak Islam) memberi kesempatan kepada siapapun yang sepakat untuk tunduk pada suatu peraturan perkawinan, yang kepada pihak istri memberi kedudukan lebih baik. Hasil dari pergerakan ini antara lain:
  1. Pemberantasan buta huruf.
  2. Penyelidikan mengenai pekejaan perempuan.
  3. Berdirinya rumah-rumah untuk sekolah.
  
  1. Kongres Perempuan Indonesia
Kongres Perempuan Indonesia kedua dilaksanakan tanggal 20-24 Juli 1935 di Jakarta, dan menghasilkan keputusan :
1)      Mendirikan satu Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi mengamati pekerjaan yang dilakukan wanita Indonesia.
2)      Setiap perkumpulan yang bergabung dalam Kongres ini berkewajiban memberantas buta huruf.
3)      Setiap perkumpulan yang bergabung dalam Kongres ini sedapat mungkin berusaha mencari hubungan dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda, terutama perkumpulan pemudi.
4)      Dasar-dasar Kongres ini ialah berjiwa kebangsaan, pekerjaan social dan kenetralan terhadap agama.
5)      Kongres akan menyelidiki sedalam-dalamnya kedudukan kaum wanita menurut hukum Islam dan berusaha memperbaiki kedudukan itu dengan tidak menyinggung agama Islam.
6)   Perempuan Indonesia berkewajiban mengusahakan agar generasi baru harus menyadari akan kewajiban berbangsa dan menjadikannya sebagai “Ibu Bangsa”.

Selanjutnya diputuskan Kongres Perempuan Indonesia ini akan menjadi suatu badan    tetap, yang secara berperiode mengadakan perkumpulan. Pada tahun 1936, Badan Kongres bekerja giat memberantas buta huruf di kalangan wanita oleh para wanita. 
 Pada Kongres-nya yang ketiga yang dilaksanakan pada bulan Juli 1938 di Bandung, dibicarakan mengenai pemilihan untuk badan-badan perwakilan dan juga di putuskan bahwa, setiap tanggal 22 Desember memperingati “hari Ibu”, dengan harapan menambah kesadaran kaum Wanita Indonesia seluruhnya akan kewajiban-nya sebagai “Ibu Bangsa”.
Lalu, pada Kongres-nya yang keempat diadakan di Semarang Juli 1941. Pada Kongres ini, dibicarakan bahwa semakin besar  perhatian terhadap politik sejak timbulnya perang di Eropa (1930), juga mempengaruhi dunia gerakan kaum wanita. Dalam Kongres ini juga diputuskan :
a)  Menyetujui aksi GAPI, yaitu Indonesia ber-Parlemen yang diserahkan kepada masing-masing perkumpulan.
b)   Menyatakan mufakat dengan adanya milisi Indonesia.
c)   Terhadap dewan-dewan kota selain hak dipilih juga dikehendaki hak memilih bagi kaum wanita.
d)  Menyetujui diadakannya pelajaran bahasa Indonesia dalam sekolah-sekolah menengah dan tinggi.
e)  Akan diadakannya empat badan kerja yang berfungsi untuk memberantasan buta huruf; menyelidiki mekanisme kerja pada wanita; membahas perkawinan menurut hukum Islam; memperbaiki perekonomian kaum Indonesia.

Dari dua contoh pergerakan yang terjadi pada masa sebelum 1930-1942, yaitu pergerakan wanita, sudah jelas terlihat perubahan social yang terjadi. Salah satunya, yaitu munculnya keberanian-keberanian dari kaum wanita untuk bergerak membela dirinya agar memperoleh kedudukan yang sama dengan pria. Gerakan-gerakan mereka juga bergerak di bidang social, seperti pemberantasan buta huruf, mendirikan rumah-rumah sekolah, menuntutnya hak kebebasan untuh memilih dan dipilih bagi kaum wanita, serta menjadikan diri mereka sebagai “Ibu Bangsa” yang memiliki peranan penting dalam bernegara. Walaupun, gerakan ini adalah gerakan yang hanya membela komunitas mereka (wanita), tapi keberadaanya sangat berpengaruh terhadap organisasi-organisasi lain, seperi GAPI, PPII, dan gerakan-gerakan yang berlandaskan pada Islam.
Bila dikaitkan, apakah pergerakan ini termasuk dalam salah satu paradigma yang dikemukakan oleh Talcot Parson dengan “struktur fungsional”-nya atau Karl Marx dengan “teori konflik”nya? Maka, yang lebih berkenaan adalah teori Konflik yang dikemukakan Karl Marx.
Menurut Marx, “keberadaan menentukan kesadaran” sangat mengena terhadap gerakan-gerakan wanita sebelum 1930-1942 ini. Terbukti dengan adanya kesadaran dari kaum wanita untuk disejajarkan dengan kaum pria dan karena keberadaannyalah lahir generasi-generasi pembangun dan pembela bangsa.


Daftar Pustaka:

Materu, Mohamad Sidky Daeng.1985. Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
Pringgodigdo, A. K. 1977. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar